mercoledì 8 aprile 2009

Water Castle in Jogja

Beberapa waktu lalu, saat saya mengunjungi Yogyakarta, saya menyempatkan diri ke sebuah situs wisata yang cukup terkenal di Jogja selain candi-candinya. Saya memilih Taman Sari Water Castle, yang juga termasuk dari kompleks Keraton Jogja. Letaknya di tengah kota. Dari Malioboro lurus ke arah Keraton Jogja, kalau naik becak lebih mudah, tinggal bilang ke abang becak : "Taman Sari, pinten?" which means "ke Taman Sari berapa?" Nah jawaban yang "benar" (recommended) biasanya sekitar 5000 rupiah. Malah biasanya itu abang ngajakin jalan2 sekitar kompleks Keraton dan situs-situs menarik lainnya di tengah Jogja dengan segala jalan pintas yang beliau sudah hafal, tapi tentunya nambah budget, dan kalau Anda beruntung, harga tersebut bisa sudah termasuk Jogja Pedicap Tour (alias Tur becak ala Jogja).

Kenapa Taman Sari?
Jujur aja, pertama kali saya mendengar kata TamanSari dari satu menu minuman di sebuah restoran, sewaktu masih duduk di bangku sekolah dasar.Hehehe...Sejak itu saya penasaran kenapa minuman itu diberi nama taman sari? Kenapa taman sari? Apa itu taman sari? Ada apa di balik Taman Sari?
Dan......akhirnya baru kesampaian mengunjungi Taman Sari itu sendiri 10 tahun kemudian. Haha.

Oke, Taman Sari letaknya di sebelah baratnya Keraton Jogja. Begitu masuk ke arealnya, saya melihat beberapa turis asing sedang berfoto ria di depan fasade Taman Sari. Di sebelah kanan bule-bule itu ternyata ada tempat penjualan tiket masuk. Nah ini diaaaa... Saat itu saya santai dan nggak berasa kenapa2, maka pas tukang tiketnya nanya "berapa orang?" langsung saya jawab "empat (4)". Udah siap ngeluarin kocek yah minimal 20rb lah. Tapi,

Jeng jeng!
"10 ribu"

Ternyata satu tiketnya Rp 2500. Nah kalo Anda pakai mobil, akan dikenakan biaya lagi untuk parkir, dan kalau anda membawa kamera, kena biaya Rp1000 kalo ga salah.

Maka saya mulai memasuki pintu utama Taman Sari dengan mengemban pertanyaan "Apa yang akan saya dapat dengan Rp 2500?" Haha,,pertanyaan yang sedikit berbau kapitalis realistis ya?

Tiba di ujung pintu, tiba2 saya disambut oleh seorang tour guide muda yang siap mengantar kami keliling Taman Sari... Ok, ini salah satu yg tidak terpikir oleh saya ketika mengetahui harga tiketnya.

Di pintu masuk, ada detil yang cukup menarik perhatian saya. Pegangan tangga berbentuk naga.


Begitu masuk ke dalam, saya disambut pemandangan khas istana Jawa. Sambil si tour guide ngoceh, saya mengabadikan gambarnya. Kemudia tour guide membolehkan kita memetik buah yang ada di pohon kecil dalam pot besar (eh?) yang katanya bisa dijadikan kutek bening di kuku. Konon, wanita-wanita keraton memakai getah buah tersebut untuk mempercantik kuku mereka.





Taman Sari dibangun sebagai tempat peristirahatan dan pemandian Raja Jogja saat itu(Sultan Hamengku Buwono I). Makanya letaknya nggak jauh dari Keraton.
Kalau dilihat, arsitektur Taman Sari bergaya Eropa campur Jawa. Ternyata menurut info, bagunan ini memang dibangun oleh arsitek asal Portugis dan Spanyol waktu zaman Belanda dulu.

Di bagian tengah kompleks Taman Sari, barulah terdapat kolam pemandian yang bener-bener seperti kolam renang. Di sisi kiri adalah kolam bagi permaisuri dan selir-selir raja. Sedangkan sebelah kanan, adalah kolam pemandian bagi putra-putri raja. Pesta mandi bareng ini ternyata ada ceritanya. Dulu raja naik ke atas menara di dekat pemandian istri-istrinya. Dari jendela menara, terlihatlah selir2nya itu mandi. Lalu beliai berbalik badan, dan melemparkan sekuntum bunga ke arah kolam itu. Nah, siapa yang dapat bunga itu, maka ia boleh mandi bersama raja di kolam yang lebih private hari itu. Wow! Doorprize?


Tempat raja memandang ke kolam selir.




Kolam selir

Kolam raja tidak jauh berbeda bentuknya, hanya saja letaknya lebih di dalam. Untuk mencapainya, kita harus melalui kamar dimana raja menjamu si "selir of the day" dan kamar2 lain tempat selir-selir berganti pakaian dan berhias untuk menghibur raja. All for you, Your Majesty! :P

Saya benar-benar terpukau dengan bangunan tua abad 17 M ini, arsitekturnya mungkin bisa mengubah mood setiap pengunjung yang datang menjadi serasa bagian dari kerajaan Jogja. At least it works on me. Hoho.

Lalu kami dibawa keluar area pemandian, dan mendapati taman yang cukup luas bebentuk lingkaran. Di depannya terdapat tembok gapura besar dengan pintu setinggi manusia di tengah2nya. Tembok ini tinggi besar dan dipenuhi relief. Ternyata sebenarnya itulah pintu masuk utama saat Taman Sari masih aktif beroperasi. Tapi pintu utama itu kemudian ditutup, dan dialihkan ke bagian belakang, yang berarti pintu utama yg saya masuki tadi adalah justru pintu belakang.
Kalau Anda bertanya, kenapa ditutup?
Check it out on the spot guys!

Ada satu tempat lagi di kompleks Taman Sari yang berikutnya akan saya datangi. Yaitu Mesjid Apung alias Mesjid di bawah tanah, bawah danau, or whatever. Danau? Sebab dulunya kompleks Taman Sari sebenarnya dikelilingi oleh air. Air ini merupakan Situ yang nyambung dengan salah satu kali di Jogja. Dari Keraton, raja biasa menyeberang danau dengan perahu untuk sampai ke Taman Sari. Terbayang langsung oleh saya, bagaimana suasana Taman Sari ini dahulu kala, pastilah elok dan tenang. Ok, sampai sini saya beranggapan, Taman Sari jelas jauh lebih mahal daripada harga tiket masuknya.Haha.Oops..semoga pihak Taman Sari nggak menaikkan tarif masuknya nih..

Untuk mencapai Mesjid Apung, kita akan melewati perkampungan warga setempat dulu. Sebenarnya, perkampungan ini dulunya taman bunga yang indah, tempat raja berjalan2 santai sambil berbincang soal masalah kerajaan dan lainnya. Tetapi pekarangan indah itu kini disewakan oleh pemerinta kota setempat bagi warga Jogja sebagai tempat tinggal.

Mesjid Apung ternyata sama sekali tidak berbentuk seperti mesjid yang ada di benak saya. Bentuknya bulat silinder, terdiri dari dua lantai. Kenapa harus bulat melingkar? Coba Anda lihat film-film yang berkisah tentang abad 16-17, ada nggak pidato yang menggunakan microphone? Dengan ilmu, bentuk bulat melingkar ini dibuat agar suara ceramah, takbir shalat, bahkan mungkin Adzan terdengar lebih keras, karena akan menimbulkan gaung ke seluruh bagian mesjid. Imam shalat akan berada di tengah-tengah mesjid, di atas sebuah mimbar berbentuk persegi yang berada di atas ketinggian 5-6 anak tangga. Dari mimbar itu, jika mendongakkan kepala ke atas, kita akan melihat langit terbentang luas. O-o...mesjidnya alam terbuka? Nope, kata si tour guide, dulu lingkaran terbuka di bagian atas mesjid ini berupa kubah. Tapi tetap tertutup air, wong di dalam air. Sejenak saya menyimpulkan, berarti kita mustahil akan melihat fasade mesjid ini.

Menurut si tour guide, mesjid ini berada di bawah danau, dan biasa dipakai oleh raja sebagai tempat melaksanakan Sholat berjamaah, terutama Sholat Jumat. Jadi mesjid ini dibangun menyerupai membangun bendungan, untuk sampai disana, raja harus menuruni anak tangga ke bawah tanah dan melewati terowongan yang panjang. Mmm...kasian banget raja jalan kaki. Ternyata kata si tour guide, beliau dibawa pakai tandu. Kenapa musti di bawah air? Zaman itu, kegiatan sholat atau keagamaan Islam berusaha ditutup2i dari penglihatan Belanda dan musuh lain karena masih belum menjamur seperti sekarang. Agama Islam masih dianggap baru di tanah Jawa.


Lantai 1 Mesjid Apung


Tempat imam

Di terowongan bawah tanah ini saya menemukan jalan/lorong yang jalan masuknya ditutupi berkarung2 pasir. Apa itu?????
Yang ini saya konfirmasi ke 2 orang guide. Kata tour guide saya, jalan yang ditutup itu adalah jalan terusan ke Keraton. Beliau juga bilang, ketika musuh datang, raja akan menggunakan lorong ini untuk kabur ke tempat persembunyian dengan menaiki kuda.

Tour guide kedua saya temui saat rombongan keluarga saya memasuki Mesjid Apung. Kata guide ke-2 ini, lorong yang ditutup itu merupakan jalan tembus ke kediaman ratu pantai selatan alias Nyi Roro Kidul. Sebab dulu raja menjalin hubungan kerja sama dengannya.Fiyuuhh,,terserah anda mau percaya yang mana. Tempat peninggalan sejarah memang selalu meninggalkan misteri untuk menarik perhatian pengunjung bukan?

Itulah saatnya tour Taman Sari selesai. Setelah melewati lorong2 (lagi) dan lorong yang lain untuk mencapai jalan keluar kompleks, akhirnya saya keluar dari komplek Taman Sari. Lalu berterima kasih pada si tour guide yang rela capek2 ngeladenin pertanyaan2 saya. Dan saya menyimpulkan, Rp 2500 itu ternyata bisa membawa kita melanglang buana ke abad-abad sebelumnya, jauh ke tempat yang berbeda dari apa yang mereka tawarkan pada wisata Taman Sari ini. Sayangnya, tidak ada guide map atau setidaknya manual berupa kertas yang diberikan ketika kita memasuki tempat wisata ini. Yah tidak bisa berharap banyak memang. Rp 2500 saja sudah menahan Anda untuk berharap banyak. Berharap aja salah satu dari kita bisa berkontribusi meningkatkan fasilitas wisata unik ini.

Tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang Taman Sari? Bahkan ingin merasakan virtual tour Taman Sari?
Bisa lihat di : Watercastletamansari.blogspot.com

Nessun commento: